Sejak Leon Battista Alberti memperkenalkan Teori Warna (Color Theory)
tahun 1435, warna Pink sudah dideskripsikan dan disebut sebagai Warna
Maskulin.
Dipilihnya warna Pink sebagai warna maskulin karena warna tersebut
sangat tegas dan keras, sehingga cocok dengan jiwa Pria. Sedangkan warna
biru terkesan lebih lembut, cantik, dan halus, sehingga sangat cocok
untuk jiwa Wanita yang feminim. Pink adalah warna yang berada di antara
ungu (violet) dan merah. Nama warna Pink berasal dari Pinks, nama bunga
dari genus Dianthus.
Dalam bukunya yang berjudul Pink and Blue: Telling the Girls From the
Boys in America – sebuah buku yang berisi penelusuran mengenai sejarah
penggunaan warna Pink sebagai warna pria (maskulin), dan Blue sebagai
warna wanita (feminim) – Profesor Jo B. Paoletti dari University of
Maryland menulis, seperti dilansir forum.kompas.com
warna Pink adalah warna yang sangat umum digunakan sebagai pakaian
untuk anak-anak di hampir semua panti asuhan Eropa pada abad 18.
Sementara di Amerika abad 18 (terutama di era 1818 – 1882), warna-warna
cerah seperti Putih, Pink, Biru, dan Ungu adalah warna yang sangat umum
dikenakan oleh para pria.
Selain memiliki unsur yang keras, warna Pink ternyata sangat cocok
jika dipadukan dengan warna coklat, yang mana secara “kebetulan” banyak
pria Amerika berambut dan bermata coklat. Sedangkan warna Biru sangat
cocok dan serasi untuk wanita yang kebanyakan berambut pirang dam
bermata biru.
Berdasarkan laporan yang dibuat majalah Times tahun 1927, warna Pink
pernah mendominasi semua toko pakaian besar untuk pria di Amerika.
Beberapa di antaranya adalah Filene’s di Boston, Best & Co di New
York City, Halle’s di Cleveland, dan Marshall Field di Chicago.
Hingga tahun 1940, warna Pink tetap dikategorikan sebagai warna Pria
karena berelasi dengan warna Merah yang keras dan maskulin. Sedangkan
warna Biru tetap dikategorikan sebagai warna Wanita karena berelasi
dengan warna Kesucian (jika teliti, Anda dapat menemukan lukisan-lukisan
Bunda Maria yang dibuat di era tersebut mengenakan pakaian Putih – Biru
sebagai simbol “suci” dan “bersih”).
Tahun 1950an bisa dikatakan sebagai Era Pink bagi pria. Semua hal
yang berhubungan dengan warna tersebut adalah simbol maskulin dan
jantan. Tidak heran di masa itu mobil Cadillac berwarna Pink (Pink
Cadillac) menjadi mobil yang paling banyak diminati kaum adam.
Di era 1960an, mulai terjadi pergeseran di mana warna Pink dianggap
sebagai warna Feminim dan warna Biru sebagai warna Maskulin. Tidak jelas
bagaimana dan kapan pastinya perubahan itu terjadi, namun banyak orang
menduga kalau perubahan itu terjadi setelah Nazi menggunakan lambang
Segitiga Merah Muda (Pink Triangles) dalam Kamp Konsentrasi mereka untuk
menandakan tempat penahanan kaum ‘G’. Hingga hari ini, lambang tersebut
masih digunakan untuk menyebut kaum ‘G’, ‘Les’, dan ‘Bisx’. Lambang
tersebut disebut juga sebagai “Lambang Kebanggaan” (The sign of pride).
Sumber lain menyebutkan, pergeseran itu disebabkan adanya penelitian
dari para ahli warna yang mengatakan bahwa warna Pink mengandung energi
sensual, penuh gairah, lembut, dan menggoda, sehingga sangat cocok untuk
kaum Feminim. Sejak saat itulah (hingga hari ini), warna Pink kemudian
mulai diasosiasikan sebagai Warna Feminim, sedangkan warna Biru adalah
Warna Maskulin.
Walau demikian, masih banyak negara yang masih menggunakan Warna Pink
sebagai Warna Maskulin. Di Jepang, Bunga Sakura yang mekar dan berwarna
pink merupakan perwujudan dari Ksatria Muda yang maju berperang demi
meraih tujuan hidupnya sebagai seorang Samurai Sejati.
Sementara itu, kota Jaipur (India) dikenal sebagai “Kota Merah Muda”
(The Pink City) karena hampir semua tempat wisatanya menggunakan warna
Pink sebagai warna utama. Demikian juga Kota Marrakesh (Maroko) yang
dikenal dengan nama “Rose City” karena memiliki banyak gedung berwarna
Salmon-Pink.